Siaran Pers |
IFG Progress: Pemerataan Digitalisasi di Indonesia Berperan Penting Hadapi Tantangan Ekonomi di ASEAN |
Berdasarkan studi berjudul eConomy SEA 2022, nilai ekonomi digital di Indonesia sempat diprediksi akan mencapai USD77 miliar atau setara dengan Rp1.197,8 triliun (kurs Rp15.557 per USD) pada 2022. Hal ini menjadikan Indonesia dikenal sebagai pasar yang sangat besar di kawasan ASEAN, dan penting untuk memantau dampak nyata dari gelombang digitalisasi saat ini. Namun, pesatnya pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia yang tidak lepas dari tantangan dan dampaknya terhadap masyarakat luas.
Isu tersebut menjadi atensi utama dalam diskusi bertajuk "Advancing "tech for good" in Indonesia" hasil kolaborasi IFG Progress; sebuah Think Tank yang didirikan oleh Indonesia Financial Group (IFG), BUMN Holding Asuransi, Penjaminan dan Investasi; dengan Tech for Good Institute pada Jumat (24/02/2023) lalu. Acara tersebut dihadiri oleh Founding Executive Director Tech For Good Institute Ming Tan, Strategy director Tech For Good Institute Matin Mohdari dan Senior Economist IFG Progress Ibrahim Kholilul Rohman.
Diskusi tersebut menyoroti berbagai tantangan digitalisasi di Indonesia, termasuk kesenjangan digital dan tingkat adopsi teknologi yang masih rendah di Indonesia, sekaligus peluang dan manfaat yang dapat diberikan oleh teknologi pada masyarakat umum.
Dalam paparannya, Senior Economist IFG Progress Ibrahim Kholilul Rohman mengungkapkan, “Dalam misi IFG Progress untuk meningkatkan literasi terkait industri jasa keuangan yang sehat serta berdaya saing, kami melihat banyak sekali aspek tantangan dan peluang dalam ranah ekonomi digital. Khusus di Indonesia, meski ekonomi digital terus melesat, studi Bank Dunia yang diterbitkan pada tahun 2021 telah mengindikasikan adanya beberapa tantangan utama yang harus kita antisipasi di masa depan seperti adanya digital gap antara masyarakat perkotaan dan pedesaan.”
Kesenjangan yang ada berpotensi membuat daerah yang terhubung lebih baik dengan jaringan dan infrastruktur teknologi akan berkembang lebih pesat ketimbang daerah yang kurang terhubung, sehingga dapat berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi yang tidak merata. “Tidak hanya infrastruktur, mereka yang memiliki tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi juga akan cenderung mendapatkan manfaat lebih dari koneksi internet daripada mereka yang berpendidikan lebih rendah, yang berarti kesenjangan ekonomi akan terus bertambah dan bergantung dengan status pemerataan koneksi dan infrastruktur internet,” tambah Ibrahim.
Peluang Ekonomi Digital Indonesia di Regional ASEAN
Melihat peta regional, lanskap ekonomi digital Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN nyatanya memang memimpin dalam hal ukuran dan pertumbuhan, yang juga memberikan kontribusi yang lebih besar dalam menciptakan Indonesia sebagai negara berkembang. Namun, dalam kepemimpinan pasar tersebut terdapat beberapa tantangan dalam korelasinya dengan pertumbuhan ekonomi digital; seperti kesenjangan digital, keterjangkauan infrastruktur digital, kualitas layanan, dan tingkat adopsi teknologi yang lebih rendah.
Ibrahim juga menambahkan, bahwa faktor-faktor tersebut juga turut berkontribusi pada rendahnya dampak hubungan antara digitalisasi dan pertumbuhan ekonomi, terutama di ranah bisnis berskala kecil-menengah (UKM) sebagai tulang punggung perekonomian di Indonesia. Sehingga, merupakan tugas besar bagi Indonesia untuk terus mendorong digitalisasi di kalangan industri UKM, agar memiliki keunggulan yang setara dengan UKM di wilayah ASEAN dan Asia. Hal ini bertepatan dengan momentum Chairmanship ASEAN sebagai wadah kolaborasi dalam memanfaatkan momentum ini untuk terus meningkatkan kapasitas UKM dalam mengoptimalkan teknologi.
“Teknologi tidak dapat dilihat sebagai ekonomi hitam dan putih, akan selalu ada dua sisi mata uang. Di satu sisi, teknologi memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, termasuk kemudahan penggunaan, inovasi, penelitian dan pengembangan, dan banyak aspek lain yang dapat dibawa oleh teknologi ke dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, kita tidak dapat mengabaikan kemungkinan kelemahan dari setiap perkembangan teknologi. Kita harus memitigasi masalah dan bertujuan untuk mencapai kondisi tertentu di mana kita dapat meminimalkan kekurangan dan mengoptimalkan teknologi untuk masyarakat,” tutup Ibrahim.